Pages

Kamis, 21 April 2011

Sakura Yo 桜よ (Wahai Sakura)


Mengapa sakura bisa melekat dihati kita

Karena sakura berwarna merah muda

Seperti pipi yang bersemu merah


Mengapa kita menyayangi sosok sakura

Karena kehadirannya yang sangat singkat

Mengapa kita ingin melihat sakura bersama seseorang

Karena kita ingin berbagi kedamaian jiwa sakura


Wahai sakura, Mekarlah

Mekarlah dengan penuh bangga dilangit biru

Wahai sakura, Mekarlah

Mekarlah dengan penuh bangga dilangit yang bertaburan bintang


Kita bisa hidup bersama sambil tertawa

Bernyanyi dan salin berpelukan tiap kali sakura mekar

Kenangan hidup kitapun bertambah


Jangan sedih atas kehilangan sesuatu

Jangan menyerah karena hilangan asa

Karena musim semi pasti selalu datang

Begiu pula sakura yang mekar


Wahai sakura, Mekarlah

Mekarlah dengan penuh bangga

Diseluruh pelosok Jepang

Mari Jepang, bangkitlah

Bangkitlah dengan percaya diri didunia ini


Dan aku, harus tegar

Tegar dalam menjalani hidup

Tegar dan penuh keyakinan

Wahai Sakura

Senin, 01 November 2010

Bahkan Malaikat Pun Terpekur Muram (Terhatur serimbun haru dan jutaan air mata untuk saudara-saudara ku di wasior, kepulauan mentawai dan Merapi)

“Air tenang itu suatu waktu bergejolak

Panik! Mencekam!

Ribuan jiwa mengerang, merintih dan meratap

Sementara diatas sana, beribu pula mata teduh yang bersedih

Menetes, luruh ke bumi”

Samudra bergejolak saat lempeng bertubrukan. Bumi pun tiba-tiba bergetar hebat, bagaikan ingin merekah. Tak lama, debur air yang senantiasa mesra mencium bibir pantai, kini bagaikan mengamuk membabi-buta. Bergulung-gulung melibas yang menghadang lajunya. Memaksa pepohonan dan bangunan untuk tunduk sujud kepada-Nya. Membuat kecut banyak hati yang selama ini mungkin lalai menyembah. Sementara jiwa yang bersih semakin tunduk akan kebesaran Allah azza wa jalla.

Ratusan tangan berusaha menggapai apa saja. Ratusan kaki pula mencoba berlari sekuat tenaga. Namun apalah daya, gelombang mahadasyat merampasnya dengan paksa. Lalu, direnggutnya orang-orang tercinta dari sisi mereka yang hanya mampu menatap pasrah. Sekejap, Mentawai itupun porak poranda.

Sementara di daerah lain luapan asap panas merenggus, membakar apa saja yang dilewatinya. Berbagai jiwapun sontak berlari sekuat tenaga tuk dapan menghindar darinya. Namun, tak sedikit pula yang kalah dan terbakar. Astaghfirullah.

Suasana hari yang biasanya ceria, kini berganti mencekam. Panik! Disana-sini hanya terdengar erangan, rintihan dan ratapan. Jutaan do’a seketika menghabur ke angkasa, suasananya bergemuruh membahana. Meremukkan ruang batin bagi setiap jiwa yang mendengarnya. Saat itu , sangkakala bagaikan telah ditiupkan. Gaungnya menyampaikan kabar tentang duka nestapa dan juga kematian.

Lantas…

Terpampanglah pemandangan yang kembali menyentak kesadaran. Ratusan mayat bergelimpangan dengan tubuh membengkak dan ada juga yang terpanggang. Tegeletak ditrotoar jalan, mengapung dipinggir sungai atau tersangkut dipepohonan. Ada pula yang tersembul dari setiap sudut rumah, terjepit direruntuhan, bahkan terkubur dalam tumpukan sampah. Bau tak sedap kemudian menyengat dari segala sudut arah. Aromanya mengundang lalat berdansa suka cita.

Banyak diantaranya anak-anak tanpa dosa. Wajah polosnya terlihat tersenyum bahagia, menanti saat harus dikebumikan dalam lubang-lubang besar. Secarcik kain using cukuplah sebagai pengganti kain kafan. Sementara yang masih hidup diam termangu. Lantas sambil berurai air mata tertatih tatih melangkah kecil mencari ayah dan bunda. Pun, tak tahu pula dengan masa depannya karena hidup kini sebatang kara.

Tampak juga disebuah sisi jalan, beberapa orang dewasa bahkan terlihat telah terguncang jiwanya. Sementara beribu wajah lainnya pias, didera katakutan. Mata kuyu, dan tubuhpun gemetar karena rasa lapar yang teramat sangat. Air bening tak usai beruah diwajah mereka, ditingkahi teriakan histeris menyayat hati siapa pun yang mendengar. Jutaan butir air mata itu seakan tak mampu menghapus rasa duka yang begitu mendalam. Bahkan, tetesannya tak akan dapat membersihkan lumpur dan debu kental dijalanan.

Mungkin butuh banyak waktu untuk melihat Wasior, Mentawai serta merapi pulih seperti sedia kala. Pun, entah kapan bisa terukir senyum diwajah mereka kembali, karena hari-hari yang nanti dilalui pasti semakin hening dan sepi. Tak aka ada lagi senandung buaian cinta yang dilantunkan ibunda untuk menghantar lelap buah hatinya. Keajaiban pula untuk mendengar kembali canda mesra istri-istri dan para suaminya. Mereka telah tiada, pergi untuk selama-lamanya. Rasanya hanya helaan napas berat yang terdengar atau bunyi tetesan butir air mata yang jatuh membasahi tanah.

Astaghfirullah…

Tak usah semaikan lara dihati, karena memang dirimu tak akan pernah sendiri. Lihatlah, bahkan dilangit malaikat pun terpekur muram dengan wajah sedih. Sepasang matanya yang teduh turut menangisi isi bumi.

Bernyanyi dan menarilah dengan riang gembira dialam sana. Ajak ananda tercinta bermain air di sungai-sungai kecil dan tenang. Biarkan tangan mungil mereka asyik menangkap ikan-ikan karena tak aka nada Tsunami atau letusan gunung berapi yang mencekam. Bacakan pula dongeng dan kisah kepahlawanan para pejuang dibawah pohon-pohon rindang. Jangan khawatir, takut dan resah, bukankanh disana kedamaiaan yang abadi setiap saat menyapa. Suasana pun pasti menyenangkan seperti yang selama ini engkau impikan.

Maka berbahagialah saudaraku.

Salam duka dariku untuk saudara-saudara seiman dan sebangsaku_Yudhistira Pembelajar

Sabtu, 16 Oktober 2010

Laksana Ragam Bunga...

“Duhai…

Sungguh indah taman bunga

Beragam kuntumnya menyemburatkan nuansa indah mempesona

Lalu mengapa engkau masih saja ingin mekar sendirian?

Marilah bersama, tentu keindahannya akan lebih menakjubkan”


Lihatlah betapa indahnya taman bunga. Beragam jenis warna dan bau wewangiannya ada disana. Ada yg merah, putih, kuning, ungu, dan lain sebagainya. Ada pula yang besar namun banyak juga yang kecil. Betapa Allah itu Maha Indah, dan menyukai keindahan dengan menciptakan taman bunga yang justru dari beragam hal berbeda. Berpadu menyemburatkan nuansa indah, menggoda mata untuk meliriknya.

Coba pula amati keindahan kuntum bunga yang sedang merekah. Mekar mewangi menengadahkan kelopaknya ke langit. Dengarlah simfoni alam yang mengalunkan tasbih dan tahmid, tatkala bulir-bulir embun diujung daun jatuh ke tanah. Rasakan juga kelembutan sinar mentari yang diselingi tiupan semilir angin.

Indah…

Semua begitu indah mempesona. Mengalunkan untaian senandung kesyukuran kepada Sang Pencipta.

Hmm…

Bukankah kehidupan kitapun laksana ragam bunga ditaman? Penuh dengan segala fitrah perbedaan. Namun, itulah yang membuat hidup ini menjadi penuh warna dan makna. Bahkan, mestinya sebuah perbedaan justru harus menjadi pelajaran. Tentang bagaimana kita menghadapi, dan memetik hikmah dari semua perbedaan yang terjadi.

Namun sayang…

Terkadang kita semua bukanlah laksana taman bunga yang dengan segala perbedaannya menimbulkan keindahan. Masing-masing kita seumpama sekuntum bunga yang ingin menyeruak sendirian. Berupaya agar kuntumnya saja yang terlihat cantik, indah dan menawan. Padahal, andaikan semua kuntum bunga itu mekar bersama, tentu akan menimbulkan keindahan yang lebih menakjubkan.

Betapa di zaman sekarang ini umat Islam sedang dalam kehinaan, sedangkan kita masih saja larut dengan kesibukan mempermasalahkan perbedaan kilafiyah, amanah, dan lain sebagainya. Bahkan, tak jarang hingga melepaskan ikatan tali persaudaraan. Kadang kita lupa dengan saudara kita sendiri yang juga berjuang untuk kemuliaan Islam. Buruk sangka dan saling menjatuhkan, sehingga yang terjadi adalah perpecahan.

Sesungguhnya, ide dan gagasan dakwah yang beragam itu adalah kekuatan. Semua akan menjadi sebuah gerakan terorganisasi, rapih, solid dan militan yang Insya Allah mengubah kondisi umat hingga tak ada lagi fitnah atas Islam. Menciptakan sebuah taman yang indah, dari beragam bunga, sehingga bukan kita saja yang menikmatinya. Namun, akan menjadi taman bunga yang mengundang semua orang dari segala penjuru dunia untuk bersama menikmati keindahannya.

Bukankah seorang mujahid Islam, Hasan al-Banna pun pernah mengatakan bahwa perbedaan itu bukan suatu kemustahilan. Tetapi yang diharapkan, walaupun mempunyai kepentingan sendiri, jangan sampai menutupi kepentingan bersama untuk menegakkan kalam Ilahi di muka bumi.

Antum ruhun jadidah tarsi fi ja-sadil ummah!

Kitalah ruh dan jiwa baru itu. Yang mengalir ditubuh umat, menghidupkan tubuh yang mati dengan Al-Qur’an. Siap menjadi anak-anak panah yang dilepaskan dari sebuah busur, pedang-pedang tajam untuk menebas musuh, atau laksana dahsyatnya bulir peluru yang ditembakkan dan melaju.

Wujudkan seluruh kemampuan untuk kemuliaan Islam hingga jihad fi sabilillah menemui kita. Karena setiap dirimu pun laksana sekuntum bunga dari sekian banyak ragam bunga didunia. Tumbuh dan merekahlah dengan khas wewangianmu. Sirami selalu dengan akidak dan akhlak terbaik hingga tiba saatnya kita bersama menghiasi dunia ini dengan keindahan ajaran Islam.

Kemenangan itu akan tiba, percayalah!

Semoga tak aka ada lagi diantara kita yang merasa jamaahnya saja yang terbesar, paling benar, terbanyak pengikutnya atau telah banyak berbuat untuk Islam. Siapkan diri, rapatkan barisan, luruskan shaf, rajut ukhuwah Islamiyah diantara kita.

Siapa pun engkau, apa pun namanya dirimu, jangan pedulikan. Karena, yang terpenting kita semua adalah bunga-bunga Islam yang siap menyebarkan wanginya ke segala penjuru dunia.

Galang persatuan, bersama tegakkan al-Islam.

Salam Persatuan_Yudhitira Pembelajar

Allahu Akbar!!! \^.^